(Google Images. 2015)
Salam pagi
readers,
Assalamu’alaikum
wr. wb
Terimakasih
sudah mampir ke blog saya. Kali ini saya tertarik untuk menulis dengan guru.
Biar konsentrasi nulisnya saya matiin dulu musiknya (matiin musik).
Sebenarnya
nggak tauh kenapa terbesit ingin menulis mengenai guru. Mungkin saya (dibaca:
kangen) dengan salah satu guru ngaji saya dulu. Namanya Ustazah Wita. Guru
ngaji saya yang satu inilah yang paling fokus ngajarin saya ngaji. Saya ingat
betul waktu itu, mungkin sekitar kelas 2 SD kala itu saya diberinya tugas untuk
menghafal ayat kursi. Ya, salah satu surat yang banyak orang bilang digunakan
untuk mengusir hantu. Dan untuk anak seusia saya dikala itu diberikan tugas
untuk menghafal ayat kursi agak berat karena selain banyak hafalan yang setiap
minggunya diberikan oleh guru di sekolah, adalah ada juga hafalan surat pendek
yang harus disetor dengan ustad Abu Bakar (semoga Allah selalu melindunginya,
Aamiin) dikala itu.
Ustazah Wita
: “(Namaku), sudah hafal ayat kursi?”
Saya : belum Ustazah
Beliau pun menuliskan ayat suci itu dengan
huruf latin di setengah lembar kertas dengan tinta pena warna merah karena
seingat saya baik guru maupun ustazah kala itu selalu memanfaatkan pena yang
tintanya warna merah buat menilai hasil belajar muridnya. Setelah itu, ia
memberikan kertas tersebut kepada saya.
Ustazah Wita
: hafalkan ini ya
Saya : kapan majunya Ustazah? (jawab
saya dengan polosnya)
Ustazah Wita : hari jum’at
Saat itu
saya bergumam, ternyata cuma 3 hari. Waktu yang sangat singkat. Ustazah Wita
adalah salah satu ustazah yang baik dan berhati lembut. Namun, kala itu saya
tidak berani untuk menyatakan “saya belum hafal” kepadanya. Akhirnya mulai dari
sepulang mengaji hingga siang hari jum’at saya tak henti-hentinya berjuang
untuk menghafal ayat suci tersebut.
Waktu tampil
pun tiba, sore itu saya datang agak awal dari biasanya karena saya ingin
menjadi santri pertama yang memberikan kartu mengaji kepada beliau. Namun,
harapan saya tumbang setelah tauh bahwa ustazah Wita hari ini tidak mengajar.
Akhirnya saya memberikan kartu itu ke ustazah X (maaf penulis benar-benar
lupa).
Hari sabtu
sore, seraya tetap melancarkan hafalan saya menunggu ustazah Wita datang dan
lagi-lagi saya ketahui bahwa beliau tidak datang.
Hari senin,
kala itu sebelum waktu mengaji dimulai saya dan beberapa teman menyempatkan
diri untuk membeli jajanan (dibaca: pempek panggang dan es lilin).
Setelah
kira-kira tuh jajanan mau abis, ustazah X datang.
Saya : Ustazah, ustazah Wita datang
dak? (seraya menyaliminya dan menyalimi temannya)
Ustazah X : Nanti ustazah beritahu di masjid ya?
(sambil mencubit lembut pipiku)
Sesampainya di masjid sebelum
ustad abu Bakar datang ustazah X membuka pembicaraan dengan salam.
Ustazah X : Assalamu’alaikum wr wb
Kami semua santri : Wa’alaikumsalam wr. wb
“..........................” (ada
pembicaraan sebelumnya, namun penulis lagi-lagi lupa).
Ustazah X : “..........”memberitahukan
bahwa yang disampingnya adalah pengganti ustazah Wita.
Beliau
mengatakan bahwa ustazah Wita tidak mengajar mengaji disini lagi karena ikut
suaminya bekerja di kota X (penulis lupa). Kala itu saya belum berani
menyatakan bahwa saya punya hutang hafalan dengan beliau. Akhirnya beberapa
hari saya pura-pura lupa. Namun disuatu
malam saya bermimpi dimana di dalam mimpi saya menyetor hafalan ayat tersebut.
Akhirnya, saya bangun dari tidur dan tengah malam itu saya bertekad untuk sore
besok menyetorkan hafalan saya ke usatazah X.
Sore pun
tiba, disaat hanya ada beberapa teman yang duduk di arah depan dekat dengan
para ustazah saya memberitahukan kepada keduanya bahwa saya seminggu yang lalu
diberi tugas hafalan oleh ustazah wita untuk menghafal ayat kursi. Lalu ustazah
tersebut menanyakan apakah saya sudah menghafalkannya. Saya pun mengiyakan.
Saya pun disuruh membacakan ayat tersebut. Alhamdulillah saya membacakannya
dengan lancar. Beberapa teman yang sebelumnya mendekat ka arah saya salah
satunya bertanya.
“Ustazah
yang dibaca oleh (sebut: namaku) surat
apa ya?, ujar mereka dengan rasa ingin tauhnya”. Kemudian Ustazah Wita menjawab
“itu ayat kursi sayang,”. Akhirnya baru ku ketahui bahwa ternyata mereka belum
diberikan tugas untuk mengahafalkan ayat tersebut. Walaupun kami sama-sama
masih dalam Iqro’ 5.
Ada rasa
bangga di hati karena saya bisa menghafalkan ayat tersebut dengan lancar dimana
teman-teman saya belum menghafalkannya.
Terlebih lagi karena saya dijadikan satri pertama sehingga memotivasi mereka juga menghafalkan ayat tersebut.
Untuk para
guru-guru ngajiku semoga Allah selalu memberikan rahmat dan keberkahan
kepadamu. Aamiin YRA.
Wassalamu’alaikum
wr.wb