Sabtu, 07 November 2015

Cerita Nyantri


(Google Images. 2015)
 
            Salam pagi readers,

Assalamu’alaikum wr. wb

Terimakasih sudah mampir ke blog saya. Kali ini saya tertarik untuk menulis dengan guru. Biar konsentrasi nulisnya saya matiin dulu musiknya (matiin musik).

Sebenarnya nggak tauh kenapa terbesit ingin menulis mengenai guru. Mungkin saya (dibaca: kangen) dengan salah satu guru ngaji saya dulu. Namanya Ustazah Wita. Guru ngaji saya yang satu inilah yang paling fokus ngajarin saya ngaji. Saya ingat betul waktu itu, mungkin sekitar kelas 2 SD kala itu saya diberinya tugas untuk menghafal ayat kursi. Ya, salah satu surat yang banyak orang bilang digunakan untuk mengusir hantu. Dan untuk anak seusia saya dikala itu diberikan tugas untuk menghafal ayat kursi agak berat karena selain banyak hafalan yang setiap minggunya diberikan oleh guru di sekolah, adalah ada juga hafalan surat pendek yang harus disetor dengan ustad Abu Bakar (semoga Allah selalu melindunginya, Aamiin) dikala itu.

Ustazah Wita : “(Namaku), sudah hafal ayat kursi?”

Saya                : belum Ustazah

            Beliau pun menuliskan ayat suci itu dengan huruf latin di setengah lembar kertas dengan tinta pena warna merah karena seingat saya baik guru maupun ustazah kala itu selalu memanfaatkan pena yang tintanya warna merah buat menilai hasil belajar muridnya. Setelah itu, ia memberikan kertas tersebut kepada saya.

Ustazah Wita : hafalkan ini ya

Saya                : kapan majunya Ustazah? (jawab saya dengan polosnya)

Ustazah Wita  : hari jum’at

Saat itu saya bergumam, ternyata cuma 3 hari. Waktu yang sangat singkat. Ustazah Wita adalah salah satu ustazah yang baik dan berhati lembut. Namun, kala itu saya tidak berani untuk menyatakan “saya belum hafal” kepadanya. Akhirnya mulai dari sepulang mengaji hingga siang hari jum’at saya tak henti-hentinya berjuang untuk menghafal ayat suci tersebut.

Waktu tampil pun tiba, sore itu saya datang agak awal dari biasanya karena saya ingin menjadi santri pertama yang memberikan kartu mengaji kepada beliau. Namun, harapan saya tumbang setelah tauh bahwa ustazah Wita hari ini tidak mengajar. Akhirnya saya memberikan kartu itu ke ustazah X (maaf penulis benar-benar lupa).

Hari sabtu sore, seraya tetap melancarkan hafalan saya menunggu ustazah Wita datang dan lagi-lagi saya ketahui bahwa beliau tidak datang.

Hari senin, kala itu sebelum waktu mengaji dimulai saya dan beberapa teman menyempatkan diri untuk membeli jajanan (dibaca: pempek panggang dan es lilin).

Setelah kira-kira tuh jajanan mau abis, ustazah X datang.

Saya                  : Ustazah, ustazah Wita datang dak? (seraya menyaliminya dan menyalimi temannya)

Ustazah X        : Nanti ustazah beritahu di masjid ya? (sambil mencubit lembut  pipiku)

 

Sesampainya di masjid sebelum ustad abu Bakar datang ustazah X membuka pembicaraan dengan salam.

Ustazah X                    : Assalamu’alaikum wr wb

Kami semua santri    : Wa’alaikumsalam wr. wb

 

“..........................” (ada pembicaraan sebelumnya, namun penulis lagi-lagi lupa).

Ustazah X                    : “..........”memberitahukan bahwa yang disampingnya adalah pengganti ustazah Wita.

 

Beliau mengatakan bahwa ustazah Wita tidak mengajar mengaji disini lagi karena ikut suaminya bekerja di kota X (penulis lupa). Kala itu saya belum berani menyatakan bahwa saya punya hutang hafalan dengan beliau. Akhirnya beberapa hari saya pura-pura lupa.  Namun disuatu malam saya bermimpi dimana di dalam mimpi saya menyetor hafalan ayat tersebut. Akhirnya, saya bangun dari tidur dan tengah malam itu saya bertekad untuk sore besok menyetorkan hafalan saya ke usatazah X.

Sore pun tiba, disaat hanya ada beberapa teman yang duduk di arah depan dekat dengan para ustazah saya memberitahukan kepada keduanya bahwa saya seminggu yang lalu diberi tugas hafalan oleh ustazah wita untuk menghafal ayat kursi. Lalu ustazah tersebut menanyakan apakah saya sudah menghafalkannya. Saya pun mengiyakan. Saya pun disuruh membacakan ayat tersebut. Alhamdulillah saya membacakannya dengan lancar. Beberapa teman yang sebelumnya mendekat ka arah saya salah satunya bertanya.

“Ustazah yang dibaca oleh (sebut: namaku)  surat apa ya?, ujar mereka dengan rasa ingin tauhnya”. Kemudian Ustazah Wita menjawab “itu ayat kursi sayang,”. Akhirnya baru ku ketahui bahwa ternyata mereka belum diberikan tugas untuk mengahafalkan ayat tersebut. Walaupun kami sama-sama masih dalam Iqro’ 5.

Ada rasa bangga di hati karena saya bisa menghafalkan ayat tersebut dengan lancar dimana teman-teman saya  belum menghafalkannya. Terlebih lagi karena saya dijadikan satri pertama sehingga memotivasi  mereka juga menghafalkan ayat tersebut.

Untuk para guru-guru ngajiku semoga Allah selalu memberikan rahmat dan keberkahan kepadamu. Aamiin YRA.

Wassalamu’alaikum wr.wb

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar